Istilah burnout pertama kali diperke- nalkan oleh Herbert Freudenberger pada 19.73. Ia merupakan seorang ahli psikologi klinis pada lembaga pelayanan sosial di New York yang menangani remaja bermasalah. Freudenberger memberikan ilustrasi, sindrom burnout seperti gedung terbakar habis {burned-out). Suatu gedung yang mulanya berdiri megah dengan berbagai aktivitas di dalamnya, setelah terbakar, yang tampak hanya kerangka luarnya.
.................................
Ilustrasi ini memberikan gambaran bahwa orang yang terkena burnout, dari luar segalanya tampak utuh, tapi di dalamnya kosong, penuh masalah. Burnout terjadi pada sebagian besar orang yang banyak memberikan layanan kemanusiaan, termasuk guru yang memberikan layanan pendidikan pada siswa di sekolah. Apabila terkena burnout, ia akan memiliki efek psikologis yang buruk terhadap rendahnya aspek moral, seperti membolos, telat kerja, mudah tersinggung, dan keinginan untuk pindah.
Konsep diri dan sikap negatif muncul sehingga perhatian dan perasaan terhadap orang lain jadi tumpul. Dengan demikian, burnout menjadi sebuah risiko dari pekerjaan yang dapat terjadi pada semua profesi, termasuk guru. Bahkan, menurut Kleiber Ensman, bibliografi terbaru yang memuat 2496 publikasi tentang burnout di Eropa menunjukkan 43 persen burnout dialami pekerja kesehatan dan sosial, 32 persen dialami guru (pendidik), 9 persen dialami pekerja administrasi dan manajemen, 4 persen pekerja di bidang hukum dan kepolisian, dan 2 persen dialami pekerja lainnya.