AD/ART IJPI


ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN JURNALIS PENDIDIKAN INDONESIA
KEPULAUAN RIAU


ANGGARAN DASAR
Ikatan Jurnalis Pendidikan Indonesia
( I J P I )


MUKADIMAH

Bahwa sesungguhnya Negara Kesatuan epublik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 sebagai negara merdeka dan berdaulat adalah
berkat ridha dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Bahwa kemerdekaan dan keadaulatan bangsa Indonesia, dengan demikian merupakan kedaulatan dan kemerdekaan warganegara Republik
Indonesia, pemilik sah hak-hak publik sebagai hak asasi manusia.

Bahwa perwujudan dari salah satu hak publik, yaitu hak memperoleh akses informasi yang bebas, adalah kebebasan pers dalam kehidupan bernegara yang demokratis, sementara jurnalis adalah pengemban amanat publik.

Bahwa menyadari perannya sebagai pengemban amanat publik, Jurnalis Indonesia terpanggil untuk melanjutkan tradisi demokrasi dengan membentuk
sebuah organisasi dengan Anggaran Dasar sebagai berikut :


BAB I
NAMA, ASAS dan SIFAT
Pasal 1

(1) Organisasi ini bernama Ikatan Jurnalis Pendidikan Indonesia, didirikan pada tanggal 02 Mei 2012 di Batam, dan dikukuhkan dalam Kongres Nasional I di Batam, Kepulauan Riau pada tanggal 12 Juni 2012 untuk waktu yang tidak ditentukan
(2) IJPI adalah organisasi profesi jurnalis yang mempunyai integritas, bersifat independen dan terbuka tanpa memandang asal keturunan, ras, suku, dan agama.


BAB II
KEDUDUKAN
Pasal 2


(1) IJPI berkedudukan di Kepulauan Riau Negara Republik Indonesia.
(2) IJPI meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) IJPI mempunyai struktur organisasi.
(5) IJPI memiliki Anggaran Dasar, Rumah Tangga, Program Kerja, Kode Etik Jurnalistik, Lambang dan Bendera.
(6) Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja, Kode Etik Jurnalistik, Lambang dan Bendera ditetapkan oleh Kongres Nasional.


Pasal 3

IJPI mempunyai Kartu Tanda Anggota


BAB III
TUJUAN


Pasal 4

IJPI bertujuan mewujudkan kehidupan pers yang bebas, independen dan profesional, dengan komitmen terhadap integritas moral yang tinggi.


Pasal 5

IJPI berupaya :
(1). Mensosialisasikan dan memperjuangkan kebebasan pers.
(2). Menegakkan Kode Etik Jurnalistik.
(3). Mengembangkan profesionalisme wartawan
(4). Memperjuangkan kesejahteraan wartawan.
(5). Melakukan advokasi terhadap wartawan.


BAB IV
KEANGGOTAAN


Pasal 6

(1)  IJPI beranggotakan jurnalis Indonesia, baik yang bekerja di media cetak, radio, televisi, maupun multimedia.
(2) Anggota IJPI adalah jurnalis profesional yang independen dan mempunyai integritas moral yang tinggi.


Pasal 7

Persyaratan menjadi anggota IJPI :
(1). Warga Negara Republik Indonesia.
(2). Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan tingkat Atas atau yang sederajat.
(3). Bekerja sebagai jurnalis.


Pasal 8

Kewajiban anggota :
(1). Menaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik, dan semua keputusan organisasi.
(2). Menjaga nama baik dan wibawa organisasi.
(3). Membayar uang pangkal dan uang iuran.


Pasal 9

Setiap anggota berhak :
(1). Menghadiri rapat dan kegiatan organisasi.
(2). Mengajukan usul, saran, dan atau kritik.
(3). Memilih dan dipilih sebagai pengurus.



BAB V
ORGANISASI
Pasal 10

(1). Di tingkat nasional, kekuasaan tertinggi organisasi adalah Kongres Nasional.
(2). Di tingkat daerah, kekuasaan tertinggi organisasi adalah Konperensi Kerja Daerah.


Pasal 11

Koordinator Nasional terdiri dari :
(1). Koordinator Pengurus Harian.
(2). Beberapa kompartemen yang diperlukan.


Pasal 12

(1) Koordinator Nasional (Kornas) Harian terdiri dari Seorang Ketua Umum, dua orang Ketua, seorang Sekretaris Umum, dua orang Sekretaris, seorang  Bendahara Umum, dua orang Bendahara.
(2) Masa bakti Koordinator Nasional ditetapkan selama 3 (tiga) tahun.
(3) Pada akhir masa bakti, Koordinator Nasional menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban di hadapan Kongres.

Pasal 13

Di setiap provinsi dibentuk Koordinator Daerah (Korda).


Pasal 14

(1) Koordinator Daerah terdiri atas Koordinator Daerah Harian dan beberapa kompartemen.
(2) Masa bakti kepengurusan Koordinator Daerah ditetapkan selama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketua Koordinator Daerah dapat dipilih kembali untuk satu kali periode berikutnya.
(4) Pada akhir masa bakti, Koordinator Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban kepada peserta Konperensi Kerja Daerah.


Pasal 15

Pengurus IJPI dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik.


Pasal 16

(1) Di tingkat nasional dibentuk Majelis Pertimbangan Nasional dan Dewan Kehormatan Kode Etik.
(2) Anggota Majelis Pertimbangan Nasional dan Dewan Kehormatan Kode Etik adalah wartawan yang telah berprofesi minimal 10 (sepuluh) tahun sebagai wartawan dan dikenal mempunyai integritas moral yang tinggi.
(3) Jumlah anggota Majelis Pertimbangan Nasional dan Dewan Kehormatan Kode Etik masing-masing 9 (sembilan) orang
(4) Keanggotaan Majelis Pertimbangan Nasional dan Dewan Kehormatan Kode Etik ditetapkan oleh Kongres Nasional.


Pasal 17

(1) Majelis Pertimbangan Nasional merupakan lembaga otonom yang bertugas memantau, serta menyampaikan saran dan kritik kepada Koordinator Nasional, baik diminta atau tidak diminta.
(2) Dewan Kehormatan Kode Etik merupakan lembaga otonom yang bertugas memantau pemahaman dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, baik diminta atau tidak diminta
(3) Tugas dan wewenang Majelis Pertimbangan Nasional dan Dewan Kehormatan Kode Etik diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


BAB VI
KONGRES, KONPERENSI, RAPAT

Pasal 18

(1) Kongres Nasional diselenggarakan sekali dalam 3 (tiga) tahun.
(2) Kongres Nasional merupakan forum pengambilan keputusan untuk menentukan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik, Program Kerja, Rekomendasi, dan keputusan lain yang dianggap perlu.
(3) Kongres Nasional memilih dan menetapkan personalia Koordinator Nasional.
(4) Dalam keadaan luar biasa dan dianggap sangat perlu, dapat diselenggarakan Kongres Luar Biasa.
(5) Di antara dua Kongres Nasional diselenggarakan Konferensi Kerja Nasional


Pasal 19

(1) Konperensi Kerja Daerah diselenggarakan sekali dalam 3 (tiga) tahun
(2) Konperensi Kerja Daerah memilih dan menetapkan personalia Koordinator Daerah, Program Kerja, dan keputusan-keputusan lain yang dianggap perlu.
(3) Dalam keadaan luar biasa dan dianggap sangat perlu, dapat diselenggarakan Konperensi Kerja Daerah Luar Biasa.
(4) Konperensi Kerja Daerah diselenggarakan menjelang Konperensi Kerja Nasional.


BAB VII
KEKAYAAN ORGANISASI

Pasal 20

Kekayaan organisasi diperoleh dari uang pangkal, uang iuran, dan usaha lain yang sah dan tidak mengikat.


BAB VIII
PEMBUBARAN DAN HAL-HAL LAINNYA

Pasal 21

Pembubaran organisasi hanya dapat diputuskan oleh Kongres Nasional.


Pasal 22

Hal-hal lain yang tidak atau belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


 -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ANGGARAN RUMAH TANGGA
Ikatan Jurnalis Pendidikan Indonesia
( I J P I )


BAB I
UPAYA MENCAPAI TUJUAN

Pasal 1

Dalam mencapai tujuan, IJPI berupaya:
(1). Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pers dan jurnalistik dalam berbagai aspeknya, termasuk pemahaman dan penyadaran mengenai Kode Etik Jurnalistik.
(2). Melakukan advokasi atau pembelaan terhadap wartawan, baik dalam perselisihan dengan manajemen perusahaan pers, maupun dalam kasus-kasus lain.
(3). Memperjuangkan berdirinya serikat karyawan dan kepemilikan saham bagi jurnalis di perusahaan pers.


BAB II
LAMBANG & BENDERA

(Akan dibahas dalam kesempatan tersendiri).


BAB III
KEANGGOTAAN

Pasal 3

(1) Permintaan menjadi anggota diajukan dengan mengisi formulir yang dilengkapi dengan :
a. Surat Keterangan dari Pimpinan Redaksi sebagai jurnalis
b. Fotokopi ijazah terakhir
c. Khusus jurnalis freelance harus melampirkan surat rekomendasi sekurang-
kurangnya 2 (dua) rekomendasi Pemimpin Redaksi.
(2) Permintaan menjadi anggota disampaikan kepada Koordinator Daerah.

Pasal 4

IJPI dapat menjatuhkan sanksi organisatoris kepada anggota karena hal-hal sebagai berikut:
(1). Melanggar Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga.
(2). Dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik oleh Dewan Kehormatan  Kode Etik.
(3). Dijatuhi hukuman pidana akibat tindak kriminal oleh Pengadilan Negeri.
(4). Tidak melakukan pekerjaan sebagai wartawan lebih dari 6 (enam) bulan berturut- turut.
(5). Sanksi organisatoris dapat berupa peringatan keras, pemberhentian sementara,  pemecatan.


Pasal 5

(1) Pemberhentian sementara atau penuh diusulkan oleh Koordinator Daerah kepada Koordinator Nasional dengan tembusan kepada yang bersangkutan dan Pemimpin Redaksi perusahaan pers tempat ia bekerja.
(2) Koordinator Nasional dapat menyetujui, mengubah, memperkuat, atau menolak usul Koordinator Daerah.
(3) Pemberhentian sementara berlaku paling lama 3 (tiga) bulan.
(4) Koordinator Nasional dapat memperpendek atau memperpanjang masa berlakunya pemberhentian sementara dengan mempertimbangkan saran Koordinator Daerah.
(5) Koordinator Nasional dapat meningkatkan pemberhentian sementara menjadi pemecatan dengan atau tanpa mempertimbangkan saran Koordinator Daerah.


Pasal 6

(1) Koordinator Daerah dan Koordinator Nasional memberi kesempatan kepada anggota yang bersangkutan untuk membela diri secara lisan dan atau tertulis di forum yang khusus diselenggarakan untuk keperluan tersebut.
(2) Pembelaan diri dapat dilakukan di forum Konperensi Kerja Daerah, Konperensi Kerja Nasional, atau Kongres Nasional.


Pasal 7

Status keanggotaan gugur karena :
(1). Meninggal dunia.
(2). Mengundurkan diri.
(3). Tidak melakukan pekerjaan sebagai jurnalis karena beralih profesi, atau dialihtugaskan ke bidang lain.
(4). Jika perusahaan pers tempat anggota yang bersangkutan bekerja berhenti terbit, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Status keanggotaan yang besangkutan tetap berlaku selama jangka waktu 6 (enam) bulan.
b. Keanggotaan gugur, jika setelah 6 (enam) bulan anggota yang bersangkutan tidak melanjutkan profesi sebagai jurnalis, atau tidak melaporkan kepindahannya bekerja.



Pasal 8

(1) Anggota yang telah dijatuhi sanksi organisasi dapat mengajukan permintaan rehabilitasi kepada Koordinator Nasional melalui Koordinator Daerah.
(2) Anggota yang dikenakan pemberhentian sementara dapat langsung direhabilitasi, begitu masa skorsingnya habis, kecuali jika ia mengundurkan diri.


Pasal 9

(1) Setiap anggota berhak memperoleh Kartu Tanda Anggota.
(2) Kartu Tanda Anggota berlaku selama 3 (tiga) tahun.
(3) Anggota yang dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memperbarui kartu tanda anggotanya dinyatakan mengundurkan diri, dan Kartu Tanda Anggotanya dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Kartu Tanda Anggota bagi yang sudah berusia 60 tahun ke atas berlaku seumur hidup, selama yang bersangkutan masih menjalankan profesi sebagai wartawan.


Pasal 10

Anggota yang pindah tempat domisili ke propinsi lain harus memutasikan keanggotaannya ke Koordinator Daerah di provinsi tempat domisilinya yang baru.


Pasal 11

(1) Anggota yang pindah ke perusahaan pers lain harus melaporkan kepindahannya kepada Koordinator Daerah, sekaligus mengajukan permohonan penggantian Kartu Tanda Anggota.
(2) Laporan kepindahan dan permintaan penggantian Kartu Tanda Anggota dilengkapi dengan surat keterangan pengangkatan sebagai wartawan di perusahaan pers yang baru.


Pasal 12

(1) Kartu Tanda Anggota dikeluarkan oleh Koordinator Nasional dengan format yang sudah ditetapkan dalam Kongres Nasional.
(2) Anggota yang Kartu Tanda Anggotanya hilang atau rusak dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Kartu Tanda Anggota baru dengan melampirkan surat keterangan kehilangan dari Koordinator Daerah.


BAB IV
KOORDINATOR NASIONAL

Pasal 13
(1) Koordinator Nasional terdiri dari seorang Ketua Umum, dua orang Ketua, seorang Sekretaris umum, dua orang Sekretaris, seorang Bendahara umum, dua orang Bendahara dan sejumlah kompartemen yang dipimpin oleh ketua kompartemen.
(2) Calon Ketua Umum dipilih oleh Kongres Nasional.
(3) Pemilihan personalia Koordinator Nasional dilaksanakan secara demokratis


Pasal 14

A. Tugas dan wewenang Ketua Umum:
(1). Melaksanakan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Program Kerja yang ditetapkan dalam Kongres Nasional.
(2). Mewakili organisasi, baik ke dalam maupun keluar.
(3). Menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kepada Kongres Nasional.
(4). Mengkoordinasikan Pengurus Harian Koordinator Nasional dan kompartemen-kompartemen.
(5). Menunjuk salah seorang Ketua untuk mewakili, baik dalam kegiatan ke dalam maupun keluar.
B. Tugas dan wewenang para Ketua:
(1). Membantu Ketua Umum.
(2). Mengkoordinasikan kompartemen
(3). Bertanggungjawab kepada Ketua Umum.
C. Tugas dan wewenang Sekretaris Umum:
(1). Bersama Ketua Umum mengkoordinasikan Pengurus Harian.
(2). Mewakili Ketua Umum jika yang bersangkutan berhalangan.
(3). Mengatur dan mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan sekretariat.
(4). Bertanggungjawab kepada Ketua Umum.
D. Tugas dan wewenang Sekretaris :
(1). Membantu Sekretaris Umum
(2). Berkoordinasi dengan para Ketua.
(3). Bertanggungjawab kepada Sekretaris Umum.
E. Tugas dan wewenang Bendahara Umum:
(1). Mengelola keuangan dan kekayaan organisasi.
(2). Bersama Ketua Umum dan Sekretaris Umum menandatangani cek dan surat-surat berharga lainnya.
(3). Mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan dan kekayaan organisasi.
F. Tugas dan wewenang Bendahara:
(1). Membantu Bendahara Umum.
(2). Menyusun dan mempertanggungjawabkan pembukuan keuangan dan kekayaan organisasi.


Pasal 15

(1) Pengurus Harian di semua jenjang kepengurusan dilengkapi beberapa kompartemen, antara lain, Kompartemen Pengembangan Profesi; Kompartemen Pembelaan/Advokasi, Kompartemen Penelitian dan Pengembangan, dan Kompartemen Kesejahteraan Anggota.
(2) Ketua Kompartemen berada langsung di bawah koordinasi salah seorang Ketua.
(3) Tugas dan wewenang ketua Kompartemen diatur dalam Surat Keputusan Koordinator Nasional.


BAB V
Majelis Pertimbangan Nasional

Pasal 16

A. Persyaratan dan pengangkatan anggota Majelis Pertimbangan Nasional :
(1). Anggota Majelis Pertimbangan Nasional harus sudah menjadi angggota biasa PWI-Reformasi selama 5 (lima) tahun, berusia sekurang-
kurangnya 40 tahun dan memiliki integritas tinggi.
(2). Tidak merangkap sebagai Koordinator Nasional, Dewan Kehormatan Kode Etik atau Koordinator Daerah.
(3). Anggota Majelis Pertimbangan Nasional sebanyak 9 (sembilan) orang, dicalonkan dalam rapat pleno Kongres Nasional untuk masa bakti sampai Kongres Nasional berikutnya.
(4). Jika terjadi kekosongan, pengisiannya ditetapkan dalam rapat Majelis Pertimbangan Nasional, kemudian duilaporkan kepada Koordinator Nasional.
(5). Tata cara pemilihan Majelis Pertimbangan Nasional ditetapkan oleh Kongres Nasional.
B. Tugas Majelis Pertimbangan Nasional:
(1). Bersama Koordinator Nasional merumuskan penjabaran keputusan-keputusan kongres.
(2). Mengawasi pelaksanaan keputusan kongres oleh Koordinator Nasional.
(3). Membantu Koordinator Nasional dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan anggota di tingkat Koordinator Daerah.
(4). Memberikan saran dan kritik, baik diminta maupun tidak kepada Koordinator Nasional.


BAB VI
DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK

Pasal 17

A. Pemilihan anggota Dewan Kehormatan Kode Etik: (1). Pemilihan anggota Dewan Kehormatan Kode Etik dilaksanakan melalui sistem formatur, atau sistem lain, yang ditetapkan oleh Kongres Nasional.
(2). Anggota Dewan KehormatanKode Etik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(a). Warga Negara Republik Indonesia.
(b). Berdomisili di Indonesia.
(c). Mempunyai keahlian dan menaruh minat serta berjasa terhadap perkembangan pers nasional.
(d). Mengakui, menghormati dan memahami serta menghayati Kode Etik Jurnalistik.
(e). Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan memiliki integritas yang tinggi.
(f). Jika karena suatu hal, jumlah anggota Dewan Kehormatan ode Etik kurang dari 9
(sembilan) orang, pengisiannya ditentukan dalam rapat Dewan Kehormatan Kode Etik dan
dilaporkan kepada kepada Koordinator Nasional.


Pasal 18

Tata Cara Pengaduan
(1) Dewan Kehormatan Kode Etik melakukan pemeriksaan terhadap suatu pelanggaran Kode
Etik Jurnalistik atas prakarsa sendiri, atau setelah menerima pengaduan dari seseorang atau badan tertentu yang merasa dirugikan.
(2) Pengaduan harus disampaikan secara tertulis.
(3) Pengaduan harus dengan jelas menerangkan sifat pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik yang dilakukan seorang wartawan atau media pers, disertai bukti-bukti tertulis.
(4). Pengaduan harus dilampiri pernyataan dari sin pengadu bahwa ia melepaskan haknya untuk melakukan gugatan ke pengadilan, jika Dewan Kehormatan Kode Etik berhasil meminta wartawan atau media pers yang bersangkutan mematuhi
Kode Etik Jurnalistik dan melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan Kode Etik.


Pasal 19

Tata Cara Pemeriksaan
(1) Setelah menerima pengaduan, Dewan Kehormatan Kode Etik secepatnya menyampaikan
secara tertulis salinan pengaduan tersebut kepada
wartawan atau media pers bersangkutan.
(2) Wartawan atau media pers yang bersangkutan berhak menyampaikan pembelaan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a). Pembelaan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Kode Etik
(b). Pembelaan harus disampaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tanggal penerimaan salinan pengaduan yang dibuktikan dengan tanggal penerimaan.
(c). Jika setelah 14 (empat belas) hari sebagaimana ditentukan dalam butir (b) tidak menyampaikan pembelaan secara tertulis, yang bersangkutan
dianggap telah melepaskan haknya untuk membela diri.
(3) Sebelum mengambil keputusan, jika dianggap perlu Dewan Kehormatan Kode Etik dapat
memanggil pihak-pihak yang berangkutan untuk meminta keterangan secara langsung.
(4) Dewan Kehormatan Kode Etik dapat membentuk sebuah tim beranggotakan 3 (tiga) anggota Dewan Kehormatan Kode Etik untuk memeriksa suatu pengaduan.

 
Pasal 20

Keputusan Dewan Kehormatan Kode Etik
Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan dan bukti-bukti, Dewan Kehormatan Kode Etik dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
(a). Menolak atau menerima pengaduan.
(b). Memutuskan bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik, dan menetapkan hukumannya.
(c). Mempersilakan pihak pengadu untuk menempuh jalur hukum.
(d). Mengumumkan atau tidak mengumumkan keputusan yang telah diambil.


Pasal 21

Sanksi
(1). Sanksi hukum yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Kode Etik dapat berupa:
(a). Peringatan biasa
(b). Peringatan keras.
(c). Pemberhentian sementara dari keanggotaan IJPI dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
(2). Peringatan biasa maupun peringatan keras disampaikan langsung oleh Dewan Kehormatan Kode Etik kepada wartawan atau media pers yang bersangkutan dengan tembusan kepada Koordinator Nasional dan Koordinator Daerah untuk dilaksanakan.


Pasal 22

Pembiayaan dan Hal-Hal Lain
(1). Pembiayaan Dewan Kehormatan Kode Etik dibebankan kepada Koordinator Nasional.
(2). Hal-hal lain mengenai Dewan Kehormatan Kode Etik yang belum diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga akan diatur oleh Dewan Kehormatan Kode Etik dengan memperhatikan saran-saran
Koordinator Nasional dan dilaporkan kepada
Konperensi Kerja Nasional dan Kongres Nasional.


BAB VII
KOORDINATOR DAERAH

Pasal 23

(1). Pengurus Koordinator Daerah dipilih dalam Konperensi Kerja Daerah di antara
para anggota yang hadir untuk masa kerja 3 (tiga) tahun.
(2). Pemilihan dan penetapan pengurus Koordinator Daerah dilakukan secara demokratis.


Pasal 24

Tugas dan Wewenang Koordinator Daerah:
(1). Melaksanakan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Program Kerja yang telah ditetapkan dalam Kongres Nasional sebagaimana
dijabarkan dalam Konperensi Kerja Daerah.
(2). Mewakili organisasi ke dalam maupun keluar.
(3). Menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) dalam Konperensi Kerja Daerah.
(4). Melakukan koordinasi dalam melaksanakan program pendidikan dan
pelatihan pers.


Pasal 25

(1). Susunan pengurus Koordinator Daerah yang sudah ditetapkan dalam Konperensi Kerja Daerah dilaporkan kepada Koordinator Nasional untuk
disahkan..
(2). Jika terjadi penyimpangan dalam proses dan atau hasil pemilihan serta penetapan pengurus Koordinator Daerah, Koordinator Nasional
dapat menyampaikan usul dan atau saran penyempurnaan.


BAB VIII
KONGRES NASIONAL

Pasal 26

(1). Kongres Nasional dihadiri oleh para peserta yang terdiri dari pengurus Koordinator Daerah.
(2). Jumlah utusan dalam Kongres Nasional ditetapkan secara musyawarah antara Koordinator Nasional dan Koordinator Daerah.
(3). Koordinator Nasional dapat mengundang Dewan Kehoramtan Kode Etik dan Majelis Pertimbangan Nasional.


Pasal 27

(1). Kongres Nasional digelar berlandaskan Tata Tertib Persidangan yang ditetapkan dalam sidang pleno.
(2). Kongres Nasional sah jika dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Koordinator Daerah.
(3). Jika jumlah Koordinator Daerah yang hadir kurang dari 2/3 (dua pertiga), Kongres Nasional ditunda sampai selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan.
(4). Kongres Nasional ulangan dianggap sah sekalipun dihadiri kurang dari 2/3 (dua pertiga) jumlah Koordinator Daerah.
(5). Koordinator Daerah tidak dapat memberikan mandat suara kepada Koordinator Daerah yang lain.


Pasal 28

(1). Dalam pengambilan keputusan, Kongres Nasional lebih mengutamakan musyawarah.
(2). Jika musyawarah tidak dapat dilaksanakan, keputusan diambil melalui pemungutan suara (voting).


BAB IX
KONGRES LUAR BIASA

Pasal 29

(1). Kongres Luar Biasa dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Koordinator Daerah.
(2). Kongres Luar Biasa dapat dilaksanakan karena Koordinator Nasional dinilai telah melanggar AD/ART dan keputusan-keputusan Kongres
Nasional lainnya.


BAB X
KEKAYAAN

Pasal 30

(1). Anggota wajib membayar uang pangkal, uang iuran, dan uang Kartu Tanda Anggota.
(2). Besarnya uang pangkal, uang iuran, dan uang Kartu Tanda Anggota ditetapkan oleh Koordinator Nasional.
(3). Koordinator Daerah menyetorkan 25% (dua puluh lima prosen) dari jumlah uang pangkal
dan uang iuran kepada Koordinator Nasional.


Pasal 31

(1). Secara periodik, Koordinator Nasional dan Koordinator Daerah melakukan inventarisasi kekayaan organisasi, baik yang berupa harta benda bergerak maupun yang tidak bergerak.
(2). Inventarisasi kekayaan organisasi dilaporkan kepada Kongres Nasional oleh Koordinator Nasional, dan kepada Konperensi Kerja Daerah oleh Koordinator Daerah.
(3). Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik, atau diteliti oleh Tim Vertifikasi yang khusus dibentuk untuk keperluan tersebut.


BAB XI
PEMBEKUAN KOORDINATOR DAERAH dan PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 32

(1). Koordinator Nasional dapat membekukan dan atau membubarkan Koordinator Daerah yang tidak mematuhi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga dan keputusan-keputusan Kongres Nasional.
(2). Pengurus Koordinator Daerah yang dibekukan dan atau dibubarkan, untuk sementara diintegrasikan dengan Koordinator Daerah terdekat.
(3). Pembekuan dan atau pembubaran Koordinator Daerah dipertanggungjawabkan oleh Koordinator Nasional kepada Kongres Nasional.


Pasal 33

(1). Pembubaran organisasi diputuskan oleh Kongres Nasional yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertuga) jumlah Koordinator Daerah dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta yang hadir.
(2). Kongres Nasional menentukan status kekayaan dan keuangan setelah organisasi dibubarkan.

 

BAB XII
PENUTUP

Pasal 34

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat ditetapkan dan diputuskan oleh Koordinator Nasional, selanjutnya dipertanggungjawabkan kepada Kongres Nasional.

(Diputuskan dalam Kongres Nasional I di Batam, Kepulauan Riau, pada tanggal ...... Juni 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar