EDITORIAL

Hampir dapat dipastikan di seluruh pemerintah Kabupaten / Kota di Indonesia, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota mempunyai “hajat” yang besar. Betapa tidak? Disaat ini seluruh Kepala Dinas Pendidikan menjadi pusat perhatian masyarakat terutama pengusaha, karena mereka sedang memegang “Kewenangan” untuk melaksanakan program DAK (Dana Alokasi Khusus) yang jumlahnya tidak sedikit.
Satu contoh kecil saja misalnya di Kabupaten Malang, pada tahun 2011 ini DAK Bidang Pendidikan yang diterima berdasarkan lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2011 alokasi dana DAK Bidang Pendidikan adalah sebesar Rp.71.785.900.000,00 yang terdiri dari DAK untuk SD sebesar Rp.57.661.700.000,00 dan untuk SMP sebesar Rp.14.124.200,00. Jumlah ini belum termasuk alokasi DAK Tahun 2010 yang telah ditranfer ke Kas Daerah pada tahun 2010 berdasarkan Lampiran V Permendiknas Nomor 18 tahun 2010 sebesar Rp.51.835.900.000,00 yang terdiri dari DAK untuk SD sebesar Rp.24.961.500.000,00 dan untuk SMP sebesar Rp.26.874.400.000,00. yang tidak dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2010. Dimana apabila semuanya dilaksanakan pada Tahun 2011 ini, maka jumlahnya akan menjadi sebesar Rp.123.621.800.000,00.
Dalam Petunjuk Teknis penggunan DAK Bidang Pendidik ditetapkan bahwa Kabupaten / Kota wajib menyediakan dana pendamping 10% dari jumlah Alokasi DAK Pendidikan. Dengan ketentuan tersebut maka Pemerintah Kabupaten Malang melalui Dinas Pendidikan harus melaksanakan program DAK sebesar Rp.123.621.800.000,00 ditambah Rp.12.362.180.000,00 sekitar Rp.135,9 Milyar. Mungkin baru kali inilah ada satu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Malang yang melaksanakan suatu proyek dengan nilai sebesar itu, dengan kata lain Dinas Pendidikan pada tahun ini mempunyai sebuah Mega Proyek yang amat fantastic …….. Luar Biasa!
Pada tahun tahun sebelumnya, sejak adanya program DAK Bidang Pendidikan hal ini dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar karena memakai sistem swa-kelola. Akan tetapi dengan adanya perubahan sistem dari swa-kelola menjadi pengadaan barang/jasa, maka hal ini akan membawa satu perubahan yang sangat besar. Besarnya nilai proyek DAK itu tentunya akan mengundang “banyak tangan” yang ingin menikmatinya dengan berbagai jalan sesuai dengan jabatan dan kewenangan yang dimiliki
Dinas Pendidikan Kabupaten Malang yang biasanya melaksanakan pengadaan barang / jasa melalui lelang sederhana tiba tiba mengadakan perubahan sistim pengadaannya dengan sistem e-procurement (e-proc) yang hanya bisa diikuti oleh mereka mereka yang sudah berpengalaman dalam dunia modern dan komputerisasi. Padahal sebagian besar Kabupaten/Kota di Indonesia, bahkan di Kota Malang proyek DAK Bidang Pendidikan ini masih memakai sistem lelang sederhana agar memudahkan seluruh lapisan masyarakat dan pengusaha ekonomi lemah dapat menikmati keuntungan dari Program DAK Pendidikan ini dengan mengambil proyek proyek yang bernilai dibawah Rp.200 Juta. Karena para pengusaha ekonomi lemah ini sangat mengetahui bahwa untuk proyek proyek yang nilainya diatas jumlah itu biasanya sudah ada yang berhak.
Nah, ketika proses pelaksanaan program DAK ini dilaksanakan, muncullah beberapa permasalahan yang sangat krusial. Mulai dari proses perencanaan, pembuatan surat keputusan Bupati sampai dengan pelaksanaan lelang dengan memakai sistem e-proc ini, antara lain ditengarai dari adanya beberapa kali perubahan SK Bupati, banyaknya keluhan pengusaha ekonomi lemah yang tidak mendapatkan proyek sampai dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan lelang yang diduga tidak sesuai dengan Peraturan Presiden dan lain sebagainya
Protes dan keluhan pun diajukan kepada yang berwenang untuk mendengar suara masyarakat, mulai dari Panitia Pengadaan, Bagian Administrasi Pembangunan, Inspektorat, Bupati dan bahkan DPRD. Namun ternyata sebagian besar dari mereka tidak memberikan jawaban yang sebagaimana mestinya. Kalaupun ada hanya sebatas melempar tanggung jawab saja. Yang lebih parah lagi ada diantara mereka yang melakukan tindakan yang menyimpang dari koridor hukum.
Mungkinkah protes dan keluhan ini akan berlanjut pada pejabat yang mempunyai kewenangan diatas mereka? Ataukah segala penyimpangan yang terjadi akan dialirkan ke ranah hukum? Atau protes dan keluhan tersebut tidak ada artinya sama sekali. Jawabannya tak lain hanya menunggu waktu, karena sang waktulah yang akan merubah musim kemarau menjadi musim hujan dan sebaliknya. (Tim Redaksi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar